Catatan Penjurian Steemit Indonesia Challenge#5

in #indonesia7 years ago (edited)

MENJADI dewan juri dalam perlombaan menulis merupakan kegiatan rutin saya setiap tahun. Setidaknya, setiap tahun ada perlombaan yang digelar mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh. Mulai dari lomba fiksi (cerpen) sampai non-fiksi (opini dan feature). Ada lembaga lain di Lhokseumawe, seperti Creative Minority dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe yang juga rutin menggelar lomba menulis.

Namun, menjadi juri dalam lomba di blog dalam bentuk pratfom apa pun baru kali ini saya lakoni. Apa bedanya? Dari kriteria penilaian secara umum tak berbeda. Beberapa kriteria penilaian untuk naskah biasanya adalah kekuatan tema yang diangkat, cara penyajian, tata bahasa, kekuatan argumentasi, orisinalitas, dan pesan kepada pembaca. Dalam perlombaan opini, kami dewan juri terkadang juga menambahkan kriteria kelengkapan dan akurasi data, terutama untuk tema tertentu yang menuntut adanya kelengkapan data seperti opini bidang ekonomi. Improvisasi dalam kriteria penilaian dilakukan sesuai kebutuhan.

Lomba menulis Indonesia Challenge sudah memagari peserta dengan sejumlah kriteria yang tak boleh dilanggar seperti karya orisinil, unik, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai juri single, saya melengkapi seluruh kriteria menjadi sembilan, yakni:

  1. Orisinalitas;
  2. Kekuatan gagasan;
  3. Cara penyajian;
  4. Pesan bagi pembaca;
  5. Tata bahasa;
  6. Foto artistik;
  7. Kekuatan argumentasi;
  8. Kelengkapan data; dan
  9. Keunikan.

Independensi, adil, dan netralitas menjadi “iman”-nya seorang juri. Setelah menjadi wartawan Serambi Indonesia pada akhir 1997, beberapa bulan kemudian saya menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen, sebuah organisasi profesi yang lahir sikap represif pemerintah Orde Baru terhadap kebebasan pers. Kemudian, saya juga menjadi anggota Komisi Independen Pemilihan Kabupaten Aceh Utara, dan pernah menjadi editor di harian Aceh Independen. Jadi, secara doktrinal independensi dan netralitas sudah menjadi ruh-nya saya, termasuk dalam menilai sebuah karya dalam sebuah lomba.

Membersihkan diri dari keberpihakan sebelum membaca naskah mutlak diperlukan. Dalam banyak lomba, saya selalu mengusulkan kepada panitia agar nama penulis tidak dicantumkan dalam naskah agar tidak “mengganggu” psikologis dewan juri. Jadi, kami benar-benar tidak tahu sebuah naskah yang dinilai itu karya siapa. Tapi perlu diingat, ketika kita sudah terlalu sering membaca naskah seorang penulis, tanpa melihat namanya pun kita sudah tahu itu karya siapa. Penulis berpengalaman sudah memiliki karakter kepenulisannya tersendiri. Semakin sering menulis, kita akan menemukan karakter sejati yang berbeda dengan penulis lain. Bahkan, karakter seorang penulis bisa dilihat dari tulisannya sebab sebuah tulisan merupakan cermin hati dan pikiran.

Dalam Steemit Indonesia Challenge, meski ada nama penulisnya, tetapi dengan banyaknya peserta tidak menggunakan nama asli dalam akun, saya bisa menilainya dengan bebas. Lagipula, dengan karakteristik netralitas yang sudah mengakar, tidak masalah lagi buat saya apakah ada nama asli atau tidak, mengenal penulisnya atau tidak.


Menilai hampir 100 karya dalam Steemit Indonesia Challenge#5 memang tak mudah di tengah bebasnya tema yang digarap peserta. Saya teguh memegang persyaratan di mana tulisan harus dalam bahasa Indonesia dan tag pertama adalah “indonesia” dan “indonesiachallenge” pada tag kedua. Disayangkan ada naskah bagus yang kemudian mengabaikan persyaratan tersebut. Ada beberapa peserta dengan postingan menarik, justru menggunakan "life" sebagai tag pertama.

Dalam mengikuti lomba, peserta harus patuh pada persyaratan administrasi karena di banyak lomba, naskah baru berada di tangan dewan juri setelah lolos persyaratan administrasi seperti itu. Misalnya, kalau temanya ditentukan, tetapi ada naskah cukup bagus yang tak sesuai tema, atau jumlah karakter kurang atau melampaui ketentuan atau waktu pengirimannya melewati batas, panitia sudah mengeliminasi sejak awal. Ini juga berlaku dalam Steemit Indonesia Challenge#5.

Ada beberapa naskah yang cukup bagus dan orisinil dari segi ide, tetapi judulnya ditulis dalam bahasa Inggris. Persoalannya lagi, bahasa Inggris-nya salah karakter. Kalau boleh menyarankan, gunakanlah judul bahasa Indonesia yang baik dan benar, sesuai ejaan yang disempurnakan. Judul juga harus mewakili isi, indah, dan tidak terlalu panjang (untuk bahasan ini, akan kita diskusikan dalam postingan #AyoMenulis yang akan datang).

Sulitnya menilai dengan tema bebas adalah harus melihat sebuah naskah memenuhi semua kriteria, dan itu hampir tak ada. Kalau boleh mengkritisi, sebagian besar postingan masih mengandung kelemahan elementer dalam tata bahasa. Kesalahan yang umum terjadi adalah, keliru membedakan antara “di” awalan dengan “di” kata depan. Padahal, rumusnya mudah saja. Semuanya “di” yang menunjukkan tempat seperti “di warung”, di rumah, “di situ”, harus dipisah. Sementara di yang tidak menunjukkan tempat seperti “dipeluk”, “disapa”, “diperhatikan” dll, tidak dipisah.

Ini memang pelajaran bahasa Indonesia di SMP dulu.

Demikian juga penulisan huruf kapital (besar), banyak peserta yang keliru. Harus melihat kembali apa saja yang menggunakan huruf kapital seperti nama orang, jalan, negara, kota, desa, gunung, laut, sungai, dan sejenisnya. Mengawali kalimat juga harus menggunakan huruf kapital. Tetapi untuk nama makanan meski ada nama daerahnya, tidak menggunakan huruf besar seperti “mie aceh” dan bukannya “mie Aceh” atau “nasi padang” dan bukannya “nasi Padang”. Aceh dan Padang di sini bukan lagi menjadi preferensi sebuah daerah, merupakan makanan dan nama makanan tidak ditulis dengan huruf kapital.

Ada naskah yang ditulis dengan bagus, tetapi temanya memiliki magnitude lemah dan foto-fotonya juga diambil seadanya. Saya melihat ada penulis yang malas mengambil foto sehingga memilih tetap berada di dalam mobil dibandingkan turun dan menunggu momen bagus. Sementara ada foto-foto yang bagus, tetapi naskahnya tidak digarap maksimal. Ada sebuah tulisan bernuansa filosofis yang sangat brilian dari segi ide, tetapi penulisnya tidak menggarap maksimal dengan mencari referensi yang lebih luas, lebih dalam, sehingga tulisannya pun memberikan nilai lebih. Jangan ragu-ragu mengutip pendapat pakar, kejadian masa lalu yang menjadi referensi dan memperkuat atau membantah sebuah argumen atau fenomena, sejauh kita mencantumkan referensinya atau bahkan menyertakan tautan (link)-nya biar tidak disambangi cheetah. Ini akan memperkaya tulisan kita dan pembaca bisa menganalisanya sendiri.

Peserta Steemit Indonesia Challenge#5 juga pintar mencari tema terkini seperti soal Ramadhan, Idul Fitri, dan meugang. Ada penulis bisa melihat sisi lain dari ketiga momen tersebut, misalnya mengaitkannya dengan tradisi yang berlaku di tengah masyarakat Aceh. Sayangnya itu tadi, tulisan belum dieksplorasi secara mendalam sehingga belum menyentuh inti dari sebuah tema. Selebihnya, postingan banyak tentang kuliner, tema ekonomi, olahraga, dan sosial. Ada peserta yang berani menyentuh tema filosofis—apalagi dengan mengambil hikmah dari perilaku burung—harus kita apresiasikan dengan layak. Belum banyak postingan yang mengambil tema tersebut karena membutuhkan wawasan yang memadai dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Di tengah keberagaman tema itulah, saya harus membaca ulang beberapa naskah. Saya takut melewati sebuah detail, sehingga beberapa postingan saya baca sampai empat kali! Detail itulah yang kemudian saya temukan dalam beberapa foto peserta lomba yang menang. Saya melihat beberapa peserta memiliki kemampuan fotografi di atas rata-rata sehingga bisa melihat sudut berbeda dari sebuah objek. Mereka bisa memotret sebuah detail yang mewakili sebuah objek. Tentunya itu membutuhkan kerja keras dan pengalaman yang telah mereka lampaui.

Salut kepada beberapa Steemians untuk foto-foto indahnya. Kesabaran menunggu momen indah, kemampuan memilih sudut yang tepat, dan semua teknik fotografi itu tentunya tidak datang dengan serta-merta tanpa melalui serangkaian kegagalan. Peserta lain yang juga menjadi pemenang, menulis dengan gaya diari yang bisa kita jumpai dalam laporan perjalanan wisata di koran Kompas setiap hari Minggu. Kelebihan tulisannya adalah mengambil momen Idul Fitri disertai foto-foto keindahan alam. Unsur-unsur personaliti terhadap sebuah objek atau momen, mempermanis tulisan meski di beberapa bagian terlihat terlalu subjektif.

Di tengah keberagaman bentuk dan jenis tulisan itu pula, akhirnya saya harus mengembangkan teknik penilaian tersendiri. Saya membaca semua naskah, mengulik semua foto (ada peserta juga melengkapi dengan video), lalu satu persatu mencatat kelebihan dan kekurangannya. Semua itu saya lakukan dengan cara menyicil sambil menyelesaikan catatan ini. Saya berdiskusi dengan diri sendiri, apa kelebihan dan kelemahan tulisan tersebut. Kemudian, satu membuat nominasi yang saya tandainya dengan stabillo di laptop. Saya mendapatkan 20 tulisan yang layak menang. Bayangkan betapa sulitnya karena hadiah hanya tersedia bagi enam orang!

Dari 20 tulisan tersebut, ada beberapa karya satu orang penulis yang memiliki kualitas setara. Saya baca ulang dan seorang Steemians terkadang harus bersaing dengan dirinya sendiri. Kemudian saya ciutkan jumlah kandidat dari 20 menjadi 15 dan kemudian berhenti di 10 nominator. Di sinilah saya harus membaca postingan sampai empat kali agar benar-benar mendapatkan pemenang yang benar-benar layak (setidaknya menurut saya selaku juri). Saya sungguh takut menzalimi peserta yang postingannya menarik, tetapi tidak mendapatkan penilaian sepatutnya hanya karena saya lalai, tidak mampu berkonsentrasi, atau karena pengetahuan yang rendah. Dengan metodologi itulah, kemudian saya menetapkan enam pemenang kompetisi Steemit Indonesia Challenge#5.


Ketika menerima sebuah penghargaan, penyair WS Rendra mengatakan; “dalam ilmu silat, tidak ada juara kedua. Sedangkan dalam ilmu surat, tidak ada juara pertama.” Menentukan jawara dalam ilmu silat lebih mudah karena kita meminta para pendekar bertarung sampai salah satu di antara mereka tumbang. Sedangkan dalam ilmu surat, pertarungan bukan dalam arti fisik sehingga lebih sulit menentukan jawaranya.

Itulah yang terjadi dalam Steemit Indonesia Challenge#5 yang boleh dikatakan masuk dalam ilmu surat. Terbuka ruang debatable dalam menilai sebuah karya tulis karena setiap orang memiliki wawasan, pengetahuan, dan cita rasa (taste) berbeda. Karena itulah, di setiap lomba selalu ada ketentuan “keputusan dewan juri tak bisa diganggu gugat” yang juga berlaku di sini meski tidak dicantumkan.

Masukan lainnya bagi peserta, jangan buru-buru memposting tulisan sebelum mengeditnya. Penulis Jepang, Haruki Murakami, minimal empat kali membaca naskah sebelum mengirim ke penerbit. Kalau sudah menulis, endapkan tulisan satu atau dua hari. Baca lagi, atau bisa juga saling menilai dengan sesama Steemians. Kesalahan yang luput dari perhatian kita, bisa jadi akan ditemukan rekan yang lain. Dengan begitu tulisan akan lebih berkilau dan bergizi.

Saya mengucapkan terima kasih buat kurator Steemit Indonesia @aiqabrago dan @levycore yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjadi juri. Terima kasih juga kepada @papa-pepper dan @donkeypong yang telah mendukung kontes ini. Terima yang tak terhingga kepada seluruh peserta dan komunitas Steemit Indonesia. Selamat kepada para pemenang. Bagi yang belum, ayo kita ikut lagi kompetisi berikutnya.

Mohon maaf bila postingan ini dianggap menggurui. Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, saya juga masih belajar dan akan terus belajar menulis. Bersyukurlah masih ada Steemit Indonesia Challenge yang memberi kita kesempatan belajar mengasah kemampuan.

Sukses selalu bagi Komunitas Steemit Indonesia!
Saleum takzim:
@ayijufridar

Indonesia Steemit Community.jpg

Sort:  

Sebuah catatan lengkap yang saya impikan. Ini bisa menjadi catatan juga buat kurator, @aiqabrago (saya pikir harus dipertimbangkan).

Terima kasih, Ampon. Saleum.

Setelah membaca tulisan bg @ayijufridar, saya merasa masih sangat-sangat kurang dalam hal pemahaman menulis, terima kasih telah ikut membaca salah tulisan saya, dan saya rasa tulisan ini bisa menjadi sebuah inspirasi untuk kesuksesan yang akan datang, amiinn...
Setidaknya tentang poin-poin inti tentang permasalahan nya..izin resteem bg..

Terima kasih @amri. Mengutip pernyataan WS Rendra, tidak ada juara pertama dalam ilmu surat. Tetap semangat menulis dan membaca. Terima kasih untuk resteem, komen, dan upvote. Terima kasih untuk semuanya.

tidak ada yang dikecewakan disini..kita semua belajar..kalah menang hal yang biasa didalam pertandingan atau kompetisi....mari kita belajar dari kelemahan...dan mengembangkan pengetahuan kita lebih luas akan penulisan. dengan adanya penjelasan ini saya memahami akan makna bercerita...terima kasih @ayijufridar sukses selalu....overall good post...dan salam Steemit Indonesia

Sama-sama, @willyfavindy. Semoga bermanfaat, dan mari kita terus belajar.

Luar biasa terima kasih @ayijufridar
Mudah mudahan kami terus bisa berkarya

Saleum kembali untuk kakanda @ayujufridar

Makasih beuh.

Sudah selayaknya mereka menjadi pemenang dari indonesiachallenge 5 bg @ayijufridar.
Tulisannya memang berkualitas dan mempunyai ide yang cemerlang

Terima kasih, @amryksr. Keep spirit to writing...

Kemampuan mereka menulis memang di atas kemampuan saya.
Hehehhe

Don't judge... Setiap kita memiliki kelebihan dan kekurangan. Saleum.

Bukan menghakimi bg @ayijufridar.
Saya harus banyak belajar sama senior.

Tulisan @amryksr juga bagus, kok. Kalau jumpa di mana, nanti kita berdiskusi dan saling berbagi.

Iya bg.
Terima kasih sudah mau berbagi

back follow me oke :)

Keren sekali mas. Saya baru sekali ikut dalam Indonesia challenge. Dan melihat dari apa yang Mas paparkan tadi, sepertinya saya hanya menjadi penggembira saja, lebih tepatnya tahu diri. Sukses selalu stemian indonesia. Semoga semakin berjaya.
😃😃😃

Terima kasih @ekavieka. Jangan putus semangat. Menulis itu hanya sepuluh persen teknis dan bisa dipelajari. Menjaga semangat dan motivasi agar tetap di level atas, itu yang sulit. Padahal, untuk menjadi penulis itulah yang dibutuhkan.

Terima kasih mas atas dukungannya. Saya akan berusaha untuk membuat karya yang lebih baik untuk selanjutnya.

Keep spirit Mas @ekavieka. Steemit membuka ruang itu membangun kebiasaan untuk menulis. Mari kita manfaatkan.

selamat bagi para pemenang ini sebuah motivasi untuk dapat menulis lebih bagus dan baik

Bahkan seorang sastrawan nasional sering mengingatkan saya untuk saling menyemangati dalam menulis. Terima kasih kepada @jodipamungkas.

Terima kasih bg, dengan dibuat lomba ini kami semua kedepannya bisa belajar lagi karena setiap tahun ada lomba pasti semua orang ingin mendapatkan juara, maju terus steemit indonesia

Semoga ke depan lombanya semakin sering dan hadiahnya semakin besar. Kita harus berterima kasih kepada Steemit Indonesia, para kurator yang peduli, dan para sponsor yang baik budi. Saleum.

Salem aneuk nanggro @ayijufridar bg mohon bantuan dan bimbingannya karena saya masih pemula, vote roneuh sangat kamoe butuhkan bagi pemula. Maju terus steemit indonesia

Kita bisa sama-sama belajar @fauzi03. Kalau ketemu di mana saja, kita bisa berdiskusi agar bisa terus memperbaiki tulisan masing-masing.

Oke makasih @ayijufridar beri kontak yang bisa dihubungi agar bisa memperbaiki secara kejauhan, karena kalau untuk bertemu tidak bisa setiap saat

Okay. Inboks aja di akun Twitter @AyiJuf.

Maaf @ayijufridar saya gak pakek twitter, yang lain semua ada

Di FB juga boleh. Saya pakai nama asli di FB.

Menarik bang @ayijufridar.
Semakin memotivasi saya untuk membuat postingan yang lebih berbobot, baik dari segi konteks maupun bahasa.
Teurimong geunaseh bang!! Upvoted & followed you, please do the same bg :)

Terima kasih @rejacole. Siap untuk upvote dan followed.

I like you're post @ayijufridar

Thanks a lot, @foarsyad. Saleum.

Wow, sungguh catatan yang sangat luar biasa,, ini adalah ilmu yang paling bermanfaat dalam menulis, bukan kemenangan yang berharga tapi catatan ini intan dari penghargaan.

Terima kasih, @husaini. Semoga bermanfaat. Menulislah terus, membacalah terus.