Dari Damai Ke Proyek: Potret Keamanan Aceh (41:4)

in #aceh6 years ago (edited)

Pada kali ini, saya akan mencoba mereview Acehnologi pada sub bab 'Dari Damai Ke Proyek: Potret Keamanan Aceh'.
image
SumberGambar
Pembahasan ini bertujuan ingin memberikan gambaran tentang situasi perdamaian di Aceh. Dimulai sejak penandatangan MOU Helsinki pada 15 Agustus 2005, menceritakan tentang anggota GAM yang memikiki rumah mewah, hingga memanggul senjata. Mereka yang bekerja pada NGO yang mempunyai posisi gaji paling tinggi, sehingga mereka mampu membeli mobil Kijang Inova yang pada saat itu sangat mewah. Mereka yang muncul di kawasaan pedesaan dengan memakai mobil tersebut, orang yang berada di pedesaan berpikir bahwa hanya pekerja NGO atau Anggota GAM yang sudah sejahtera. Gambaran di atas banyak sekali muncul di pedesaan setelah penandatanganan MOU Helsinki. Oleh sebab itu, jika masyarakat ingin berubah nasib harus mendirikan NGO yang bersifat lokal. Hal itu disebabkan pasca tragedi Tsunami dan MOU Helsinki, Aceh sangat banyaj menerima bantuan milyaran rupiah baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dalam kajian ini, banyak sekali yang melakukan studi tentang proses perdamaian di Aceh yang dimulai sejak sekitar tahun 2001. Oleh sebab itu, di kajian ini tidak lagi menjelaskan alasan-alasan konflik antara GAM dan Pemerintahan Republik Indonesia. GAM didirikan oleh DR. Tgk. Hasan di Tiro, cucu dari Tgk. Chik di Tiro, yaitu seorang pahlawan Aceh ketika perang Aceh melawan Belanda. Hasan di Tiro menginginkan Aceh menjadi negara yang merdeka, sehingga di lapangan mereka menghabisi siapapun yang mendukung selain etnim Aceh. Oleh karena itu, selama konflik, target utama yang dibunuh oleh GAM adalah berdasarkan Garis suku, bukan Agama.

Oleh sebab itu, pemerintahan Republik Indonesia memandang Aceh menuntut pemberlakuan Syariat Islam, maka hal ini dilihat sebagai 'obat' untuk menyembuhkan hati rakyat Aceh yang luka hatinya. Lalu Aceh diberikan Hak Otonomi khusus dan boleh menjalankan Syariat Islam, hal ini juga pernah dituntut oleh gerakan DI/TII di Aceh sebelumnya. Setelah konflik yang cukup panjangsekitar 30 Tahun-an, pada tanggal 15 Agustus 2005, GAM menandatangani MOU dengan pemerintah Indonesia. Hal ini merupakan kabar baik bagi rakyat Aceh dan banyak sekali rakyat Aceh yang bersyukur karena sudah damai. Setelah itu mantan kombatan GAM diberikan dana Kompensasi sejumlah 10 juta rupiah untuk proses naturalisasi anggota GAM sebagai masyarakat biasa, dan mereka dapat menggunakan uang tersebut untuk modal usaha. Dapat diyakini, usaha tersebut untuk menghilangkan spirit kemerdekaan di kalangan mantan kombatan GAM.

Semua proses di atas sepertinya tidaklah berjalan dengan sempurna atau semulus yang bisa kita bayangkan, banyak yang menduga bahwa persoalan keamanan di Aceh belum begitu pulih. Masyarakat Aceh sangat menginhinkan damai untuk negeri mereka dan mereka kerap menggunakan istilah Darussalam (Negeri yang Damai) karena ucapan adalah doa.


>Thank You Have a Visit!